Kamis, 23 Juni 2011

Survei: Pria yang Ereksinya Tanggung Lebih Sering Penyakitan

Ereksi yang bagus tidak hanya membuat penis membesar, tapi juga menegang sekeras mungkin. Survei terbaru menunjukkan, pria yang penisnya hanya membesar saat ereksi tapi tidak terlalu keras alias tanggung lebih sering bermasalah dengan kesehatannya.

Kekerasan penis saat ereksi dinyatakan dengan Erection Hardness Score (EHS) yang nilainya berkisar antara 1-4:


1. EHS 1 digambarkan besar tapi lembek seperti tapai
2. EHS 2 keras tapi masih sulit penetrasi seperti pisang terlalu matang
3. EHS 3 sekeras sosis dan yang paling optimal
4. EHS 4 sekeras timun yang paling optimal.


Menurut hasil Ideal Sex Survei (ISS) yang dilakukan produsen obat kuat Viagra, Pfizer baru-baru ini, pria dengan EHS 3 rata-rata 2 kali lebih sering mengeluhkan kondisi kesehatannya dibanding pria dengan EHS 4. Sepanjanag tahun 2010, pria dengan EHS 3 tercatat 3 kali lebih sering menjalani rawat inap di rumah sakit.

Angkanya tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Survei tersebut mengungkap sebanyak 43 persen pria Indonesia dengan EHS 3 sering mengeluhkan kondisi kesehatannya, lebih banyak dari keluhan serupa dari pria-pria Indonesia dengan EHS 4 yang hanya 19 persen.

Masalah kesehatan yang paling sering dikeluhkan antara lain diabetes, yang dikeluhkan 23 persen pria dengan EHS 3 dan hanya 5 persen pria dengan EHS 4. Obesitas dikeluhkan oleh 13 persen pria dengan EHS 3, lebih besar 4 kali lipat dari pria dengan EHS 4 yang hanya 3 persen.



''Tingkat kekerasan erksi dapat menjadi indikator kesehatan, karena ketika ereksinya tidak keras maka sel-sel pembuluh darah di penis tidak sepenuhnya diisi dengan darah. Ini berhubungan dengan risiko diabetes, obesitas dan masalah kardiovaskular,'' ungkap Dr Heru H Oentoeng, M.Repro, SpAnd dari Asosiasi Seksologi Indonesia dalam jumpa pers di Plaza Semanggi, Kamis (23/6/2011).

Namun kenyataannya sebagian besar dokter tidak cukup proaktif untuk mendiskusikan masalah ereksi dengan pasiennya. Menurut hasil riset ISS, hanya 8 persen pria dan 19 persen wanita yang mengaku pernah berdiskusi dengan dokter terkait masalah ereksi dalam kehidupan rumah tangganya.

Responden yang terlibat dalam survei ISS 2010 ini berasal dari 10 negara di Asia, salah satunya Indonesia. Komposisinya berdasarkan jenis kelamin adalah 1.658 Pria dan 1.624 wanita, dan dari Indonesia ada 220 pria dan 200 wanita.

Seperti diberitakan detikHealth sebelumnya, pria-pria dengan ereksi tanggung seperti ini cukup banyak ditemukan di Indonesia. Jumlah pria dengan EHS 3 di Indonesia mencapai 25 persen dari populasi pria dewasa di seluruh penjuru Nusantara.

Sumber : Detik.com

Selasa, 21 Juni 2011

Kisah Lagu Kematian dari dr Tompi yang Bantu Pasien Melahirkan

'Dok, tolong nyanyikan satu lagu gereja?' pinta seorang ibu yang sedang mengerang kesakitan karena kontraksi menjelang kelahiran. 'Saya muslim bu, saya nggak tahu lagu gereja' ujar dr Tompi. 'Dokter tolong...!'. Demi membuat pasien tenang, dr Tompi pun langsung memutar otaknya dan berharap ada stok lagu gereja yang ia hafal di otaknya.

Dan bernyanyilah dr Tompi lagu Amazing Grace. Begitu ia melantunkan liriknya, pasien itu langsung terdiam. Lama-lama ketenangan pun meliputi wanita itu. dr Tompi dan beberapa dokter lainnya, akhirnya membantu proses persalinan itu dengan sukses.


"Dokter, terima kasih sudah bersedia bernyanyi untuk saya," kata pasien itu seusai melahirkan. "Sama-sama, Bu. Lain kali jangan minta saya nyanyi lagu Nasrani lagi ya, Bu? Itu satu-satunya lagu yang saya tahu," tulis dr Tompi seperti dikutip dalam buku 'The Doctors' terbitan PT Bhuana Ilmu Populer, Selasa (21/6/2011).

Pengalaman diminta nyanyi lagu Nasrani yang ia tidak tahu persis liriknya itu oleh ibu melahirkan, merupakan salah satu pengalaman dr Tompi alias dr Teuku Adi Fitrian dalam memulai karirnya di dunia kedokteran. dr Tompi yang muslim taat itu pun baru belakangan tahu, lagu yang ia nyanyikan saat membantu ibu melahirkan itu adalah lagu pengiring kematian.

Pengalaman lain dokter lulusan UI tahun 2003 ini adalah ketika menjadi dokter jaga 24 jam di UGD RS Koja, Tanjung Priok, Jakarta. Suatu malam, dr Tompi harus menangani pasien yang mengalami abortus incomplete, istilah medis untuk kasus keguguran. Pasien tersebut adalah wanita berusia 26 tahun dan mengalami pendarahan akibat terjatuh. Usia kehamilannya baru beberapa minggu dan ini merupakan kehamilan keduanya.

Setelah memeriksa, dr Tompi meminta suster untuk memanggilkan dokter kebidananan karena janin di dalam rahimnya harus dikeluarkan. Tapi suster tersebut mengatakan jika jaga malam, yang harus mengerjakan adalah dokter jaganya.

"Waduh! Kaget aku mendengarnya. Ini adalah hari pertama kerjaku dan langsung harus mengerjakan operasi pengguguran kandungan bermasalah. Bisa nggak ya?," tulis dr Tompi.

Kala itu, dr Tompi sudah lama tidak melakukan operasi. Terakhir ia melakukannya sekitar setahun lalu saat masih duduk di bangku kuliah. Ia berusaha menenangkan diri, mengingat-ingat operasi yang sama yang ia lakukan setahun lalu dan meyakinkan diri bahwa ia pasti bisa.

"Aku yakin benar, sekali pernah praktik, selamanya pasti masih ingat caranya," jelasnya.

Di ruang operasi ia merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Rasa percaya diri turun. Namun, ia sudah menyiapkan solusinya. Ia menyiapkan buku panduan untuk operasi. Solusi lainnya, kalau ternyata nanti 'mentok' ia akan menelepon senior-seniornya untuk minta bantuan.

Tapi akhirnya operasi pertamanya lancar dan hanya berlangsung tidak lebih dari 45 menit.



"Ternyata bedah itu menyenangkan. Aku senang melakukan sesuatu, tidak hanya bekerja di belakang meja. Itulah sebabnya, mengapa, aku memilih untuk mengambil spesialisasi bedah plastik," tulis dr Tompi.

dr Tompi yang dikenal sebagai penyanyi ini mengaku profesi sebagai dokter dan penyanyi ternyata dapat berjalan beriringan dalam kehidupannya. Menurutnya, dunia medis sama menyenangkannya dengan menyanyi. Kalau mau dipilah-pilah, menyanyi itu lebih menyenangkan. Risikonya relatif tidak ada, uang yang dihasilkan juga bisa lebih besar. Namun, hidup itu tidak semata-mata untuk uang saja.

"Dalam dunia medis, ada kepuasan yang tidak bisa digantikan dengan uang ketika misalnya aku berhasil memberi pertolongan medis kepada orang yang membutuhkan. Lebih-lebih jika di kemudian hari pasien itu masih mengingatku, hingga akhirnya kami bisa bercengkrama layaknya seorang sahabat. Ucapan terima kasih yang disampaikan pasien merupakan satu kebanggaan dan kepuasan yang tidak ternilai bagiku. Karena itu, dua dunia yang aku geluti ini tak bisa aku tinggalkan. Musik dan medis. Keduanya memberiku kepuasan, baik materi maupun batin," jelas dr Tompi.

"Kuncinya adalah mengatur waktu. Pagi sampai sore aku praktik, malamnya, jika ada schedule, aku menyanyi. Aku tidak akan menerima job menyanyi di sela-sela waktu praktik sebagai dokter. Praktik dokter tetap nomor satu bagiku, sementara profesi dan hobi lain yang aku jalani merupakan penyeimbang hidupku," kata dr Tompi.

Biodata

Nama: dr. Teuku Adi Fitrian
Tempat dan Tanggal Lahir: Lhokseumawe, 22 September 1978
Status: Menikah dengan Arti Indira Tirtasasmita, dengan 2 anak
Pendidikan:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (dokter umum, 2003)
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (dokter spesialis bedah plastik, 2010)
Pekerjaan: Dokter, penyanyi, pembawa acara


Sumber : Detik.com

Senin, 20 Juni 2011

Inilah Pernyataan Resmi Pemerintah soal Ruyati

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengeluarkan pernyataan melalui siaran pers yang dikirimkan kepada media, Minggu (19/6/2011) malam. Dalam siaran pers itu, pemerintah menyampaikan duka cita yang mendalam atas eksekusi mati terhadap tenaga kerja wanita Indonesia Ruyadi binti Satubi (54) di Arab Saudi. Ruyati dihukum pancung pada Sabtu (18/6/2011) lalu, karena membunuh majikannya, seorang wanita Arab Saudi bernama Khairiya binti Hamid Mijlid.

"Pemerintah Indonesia merasakan duka cita yang sangat mendalam, bersama dengan pihak keluarga almarhumah Ruyati atas pelaksanaan hukuman terhadap almarhumah," demikian termuat dalam siaran pers itu.

Pemerintah juga mengecam pelaksanaan eksekusi mati terhadap Ruyati. Menurut Kemenlu, eksekusi mati terhadap Ruyati dilakukan tanpa memerhatikan praktek internasional terkait dengan hak tahanan asing untuk memperoleh bimbingan kekonsuleran. Eksekusi mati itu juga dilaksanakan tanpa sepengetahuan KBRI di Riyadh. Atas hal tersebut, Kementerian Luar Negeri berencana memanggil Duta Besar RI di Riyadh untuk mendiskusikan permasalahan itu, juga menyampaikan sikap pemerintah RI kepada Duta Besar Arab Saudi di Jakarta terkait eksekusi Ruyati.

Kemenlu menyatakan sebelumnya telah berkomunikasi dengan pihak keluarga Ruyati untuk menjelaskan permasalahan hukum yang menjerat Ruyati di Arab Saudi. Kemenlu juga menjelaskan upaya-upaya yang telah ditempuh pemerintah untuk membantu proses hukum Ruyati, baik selama persidangan di pengadilan maupun mengupayakan pengampunan dari ahli waris korban untuk Ruyati. Namun, upaya tersebut tak mampu menyelamatkan Ruyati dari eksekusi mati.

Adapun, Ruyati berangkat ke Arab Saudi melalui penyalur tenaga kerja PT Dasa Graha Utama yang berlokasi di Pondok Gede, Kota Bekasi sejak 2008. Wanita itu terpaksa meninggalkan Indonesia demi memenuhi kebutuhan keluarganya setelah bercerai.



Presiden prihatin

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama pribadi dan Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan keprihatinannya dengan kasus Ruyati. Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha.

"Presiden sangat prihatin dan betul-betul berduka atas apa yang menimpa Ruyati," kata Julian, ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (19/6/2011).

Rasa prihatin dan berduka itu juga ditujukan kepada keluarga almarhuman Ruyati. Julian mengatakan, tak ada instruksi khusus dari Presiden terkait penanganan kasus tersebut.

Sebelumnya, seperti diberitakan, menurut anak kandungnya, Evi (32), Ruyati kerap mendapatkan perlakuan kasar dari majikannya itu. "Mulai dari pemukulan, pelemparan, penendangan, hingga menimbulkan patah tulang pada bagian kaki, tapi tidak ada yang peduli," katanya.

Saat komunikasi terakhir dengan Ruyati, sekitar Desember 2010, pihak keluarga sudah memintanya pulang ke Tanah Air. Namun, Ruyati tidak juga pulang. Evi juga menyesalkan putusan eksekusi mati terhadap ibunya. Menurut dia, eksekusi mati seharusnya tidak terjadi jika advokasi Pemerintah Indonesia merespon cepat vonis mati terhadap Ruyati. Sekitar setengah tahun yang lalu, Ruyati membunuh majikannya dengan pisau dapur. Ruyati mengakui hal tersebut saat disidang di pengadilan. Pengadilan Syariah Arab Saudi kemudian memutuskan hukuman mati untuknya. Keputusan tersebut lalu disetujui pengadilan banding.

Nasib serupa dialami seorang TKW Asal Subang Darsem binti Daud Tawar. Darsem juga terancam hukuman mati akibat membunuh majikannya di Arab Saudi. Untungya, Darsem mendapat maaf dari ahli waris dengan syarat harus membayar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,5 miliar sebagai uang pengganti. Kini, pemerintah tengah menempuh proses banding untuk Darsem.

Sumber : Kompas.com

Gara-gara Tersangkut di AC, Bocah Ini Selamat Dari Lantai 8 Gedung

Nasib mujur dialami bocah berusia tiga tahun yang jatuh dari balkon di lantai delapan sebuah gedung di Beijing. Bocah itu tidak jatuh ke tanah karena tubuhnya tersangkut di unit air conditioner (AC).

Tampaknya bocah itu ditinggal sendirian di rumah. Beruntung tetangga mendengar jeritannya. Mereka pun menelepon polisi. Namun, ketika polisi belum datang dan tubuh anak itu terus merosot, mereka berinisiatif menolongnya.

Seorang warga yang melihat kejadian itu menceritakan, dia mendengar jeritan dari atas gedung. Dilihatnya seorang anak terjepit di balik alat pendingin ruangan dengan kaki bergelantung.



"Ada beberapa orang keluar dari balkon di lantai tujuh. Salah satunya memanjat keluar dan menarik kaus anak itu," katanya.

Sumber : Kompas.com

Gara-gara Dikencingi Pemuda, Bendungan Air Minum Terpaksa Dikeringkan

Gara-gara ulah seorang pria, delapan juta galon air terpaksa dikeringkan dari sebuah bendungan di Oregon, Amerika Serikat. Pria tersebut mengencingi bendungan yang memasok air minum bagi warga setempat.

Biaya untuk mengeringkan bendungan tersebut adalah sekitar US$ 36 ribu (sekitar Rp 310 juta). Operasi pengeringan bendungan dilakukan setelah Joshua Seater kedapatan sedang kencing di danau jernih tersebut. Perbuatan pemuda berumur 21 tahun tersebut terekam dalam kamera CCTV.

Operasi pengeringan bendungan yang menelan biaya besar itu menimbulkan kontroversi. Sebab menurut pakar-pakar kesehatan, insiden itu tak akan menimbulkan bahaya bagi masyarakat di Kota Portland yang mendapatkan pasokan air minum dari bendungan itu.

Dikatakan pakar-pakar tersebut, rata-rata kandung kemih manusia hanya menampung enam sampai delapan ons dan urine tersebut akan sangat encer.

Namun David Shaff, pejabat di Biro Air Portland membela keputusan untuk mengosongkan bendungan tersebut. Dikatakannya, banyak orang yang akan merasa jijik mengetahui bendungan itu telah dikencingi.

"Ada orang yang akan mengatakan itu reaksi berlebihan. Saya tidak berpikir begitu. Saya pikir apa yang harus Anda tangani di sini adalah faktor 'yuck'," cetusnya seperti dilansir harian Telegraph, Senin (20/6/2011).



"Apakah Anda mau minum air kencing? Kebanyakan orang akan sangat jijik dengan itu," katanya.

Atas perbuatannya, Seater tidak ditangkap namun dia kemungkinan akan dikenai denda. Pria muda itu secara terbuka meminta maaf atas perbuatannya.

"Ini hal bodoh yang saya lakukan. Saya tidak tahu itu pemasok air, saya kira itu limbah pabrik," tuturnya.

Dalam insiden itu, Seater habis minum-minum dengan teman-temannya ketika pemuda itu memutuskan untuk kencing di bendungan terbuka tersebut.

Sumber : Detik.com

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons